Kedudukan Kota Kerajaan Gorontalo
mulanya berada di Kelurahan Hulawa Kecamatan Telaga sekarang, tepatnya
di pinggiran sungai Bolango. Menurut Penelitian, pada tahun 1024 H, kota
Kerajaan ini dipindahkan dari Keluruhan Hulawa ke Dungingi Kelurahan
Tuladenggi Kecamatan Kota Barat sekarang. Kemudian dimasa Pemerintahan
Sultan Botutihe kota Kerajaan ini dipindahkan dari Dungingi di pinggiran
sungai Bolango, ke satu lokasi yang terletak antara dua kelurahan yaitu
Kelurahan Biawao dan Kelurahan Limba B. Dengan letaknya yang stategis
yang menjadi pusat pendidikan dan perdagangan serta penyebaran agama
islam maka pengaruh Gorontalo sangat besar pada wilayah sekitar, bahkan
menjadi pusat pemerintahan yang disebut dengan Kepala Daerah Sulawesi
Utara Afdeling Gorontalo yang meliputi Gorontalo dan wilayah sekitarnya
seperti Buol ToliToli dan, Donggala dan Bolaang Mongondow.
Sebelum masa penjajahan keadaaan daerah
Gorontalo berbentuk kerajaan-kerajaan yang diatur menurut hukum adat
ketatanegaraan Gorontalo. Kerajaan-kerajaan itu tergabung dalam satu
ikatan kekeluargaan yang disebut "Pohala'a". Menurut Haga (1931) daerah
Gorontalo ada lima pohala'a :
- Pohala'a Gorontalo
- Pohala'a Limboto
- Pohala'a Suwawa
- Pohala'a Boalemo
- Pohala'a Atinggola
Dengan hukum adat itu maka Gorontalo
termasuk 19 wilayah adat di Indonesia. Antara agama dengan adat di
Gorontalo menyatu dengan istilah "Adat bersendikan Syara' dan Syara'
bersendikan Kitabullah". Pohalaa Gorontalo merupakan pohalaa yang paling
menonjol diantara kelima pohalaa tersebut. Itulah sebabnya Gorontalo
lebih banyak dikenal. Asal usul nama Gorontalo terdapat berbagai
pendapat dan penjelasan antara lain :
- Berasal dari "Hulontalangio", nama salah satu kerajaan yang dipersingkat menjadi hulontalo
- Berasal dari "Hua Lolontalango" yang artinya orang-orang Gowa yang berjalan lalu lalang.
- Berasal dari "Hulontalangi" yang artinya lebih mulia.
- Berasal dari "Hulua Lo Tola" yang artinya tempat berkembangnya ikan Gabus.
- Berasal dari "Pongolatalo" atau "Puhulatalo" yang artinya tempat menunggu.
- Berasal dari Gunung Telu yang artinya tiga buah gunung.
- Berasal dari "Hunto" suatu tempat yang senantiasa digenangi air
Jadi asal usul nama Gorontalo (arti
katanya) tidak diketahui lagi, namun jelas kata "hulondalo" hingga
sekarang masih hidup dalam ucapan orang Gorontalo dan orang Belanda
karena kesulitan dalam mengucapkannya diucapkan dengan Horontalo dan
bila ditulis menjadi Gorontalo.
Pada tahun 1824 daerah Limo Lo Pohalaa
telah berada di bawah kekusaan seorang asisten Residen disamping
Pemerintahan tradisonal. Pada tahun 1889 sistem pemerintahan kerajaan
dialihkan ke pemerintahan langsung yang dikenal dengan istilah
"Rechtatreeks Bestur". Pada tahun 1911 terjadi lagi perubahan dalam
struktur pemerintahan Daerah Limo lo pohalaa dibagi atas tiga Onder
Afdeling yaitu :
- Onder Afdeling Kwandang
- Onder Afdeling Boalemo
- Onder Afdeling Gorontalo
- Distrik Kwandang
- Distrik Bone
- Distrik Gorontalo
- Distrik Boalemo
- Afdeling Gorontalo
- Afdeling Boalemo
- Afdeling Buol
Sebelum kemerdekaan Republik Indonesia,
rakyat Gorontalo dipelopori oleh Bpk H. Nani Wartabone berjuang dan
merdeka pada tanggal 23 Januari 1942. Selama kurang lebih dua tahun
yaitu sampai tahun 1944 wilayah Gorontalo berdaulat dengan pemerintahan
sendiri. Perjuangan patriotik ini menjadi tonggak kemerdekaan bangsa
Indonesia dan memberi imbas dan inspirasi bagi wilayah sekitar bahkan
secara nasional. Oleh karena itu Bpk H. Nani Wartabone dikukuhkan oleh
Pemerintah RI sebagai pahlawan perintis kemerdekaan.
Pada dasarnya masyarakat Gorontalo
mempunyai jiwa nasionalisme yang tinggi. Indikatornya dapat dibuktikan
yaitu pada saat "Hari Kemerdekaan Gorontalo" yaitu 23 Januari 1942
dikibarkan bendera merah putih dan dinyanyikan lagu Indonesia Raya.
Padahal saat itu Negara Indonesia sendiri masih merupakan mimpi kaum
nasionalis tetapi rakyat Gorontalo telah menyatakan kemerdekaan dan
menjadi bagian dari Indonesia.
Selain itu pada saat pergolakan PRRI
Permesta di Sulawesi Utara masyarakat wilayah Gorontalo dan sekitarnya
berjuang untuk tetap menyatu dengan Negara Republik Indonesia dengan
semboyan "Sekali ke Djogdja tetap ke Djogdja" sebagaimana pernah
didengungkan pertama kali oleh Ayuba Wartabone di Parlemen Indonesia
Timur ketika Gorontalo menjadi bagian dari Negara Indonesia Timur.
Sistem Pemerintahan
Pemerintahan
di daerah Gorontalo pada masa perkembangan kerajaankerajaan adalah
bersifat monarkikonstitusional, yang pada awal mula pembentukan
kerajaan-kerajaan tersebut berakar pada kekuasaan rakyat yang
menjelmakan diri dalam kekuasaan Linula, yang sesungguhnya menurutkan
azas demokrasi. Organisasi pemerintahan dalam kerajaan terbagi atas tiga
bagian dalam suasana kerjasama yang disebut "Buatula Totolu", yaitu :
- Buatula Bantayo; dikepalai oleh Bate yang bertugas menciptakan peraturan-peraturan dan garis-garis besar tujuan kerajaan
- Buatula Bubato; dikepalai oleh Raja (Olongia) dan bertugas melaksanakan peraturan serta berusaha mensejahterakan masyarakat.
- Buatula Bala; yang pada mulanya dikepalai oleh Pulubala, bertugas dalam bidang pertahanan dan keamanan.
Olongia Lo Lipu (Maha Raja Kerajaan)
adalah kepala pemerintahan tertinggi dalam kerajaan tetapi tidak
berkuasa mutlak. Ia dipilih oleh Bantayo Poboide dan dapat dipecat atau
di mazulkan juga oleh Bantayo Poboide. Masa jabatannya tidak ditentukan,
tergantung dari penilaian Bantayo Poboide. Hal ini membuktikan bahwa
kekuasaan tertinggi dlm kerajaan berada dalam tangan Bantayo Poboide
sebagai penjelmaan dari pd kekuasaan rakyat.
Olongia sebagai penguasa tertinggi dalam
kerajaan, terdapat pula jabatan tinggi lainnya yaitu "Patila" (Mangku
Bumi) selanjutnya disebut Jogugu. Wulea Lo Lipu (Marsaoleh) setingkat
dengan camat. Disamping Olongia dan pembantu-pembantunya sebagai
pelaksana pemerintahan seharihari terdapat suatu Badan Musyawarah Rakyat
(Bantayo Poboide) yang diketuai oleh seorang Bate. Setiap kerajaan
mempunyai suatu Bantayo Poboide yang berarti bangsal tempat
bermusyawarah. Di dalam bangsal inilah diolah dan dirumuskan berbaga
- Menetapkan adat dan hukum adat.
- Mendampingi serta mengawasi pemerintah.
- Menggugat Raja.
- Memilih dan menobatkan Raja dan pembesar-pembesar lainnya.
Bantayo Poboide dalam menetapkan
sesuatu, menganut musyawarah dan mufakat untuk menghendaki suatu
kebulatan suara dan bersama-sama bertanggung jawab atas setiap keputusan
bersama. Demikianlah gambaran singkat tentang sejarah dan pemerintahan
pada kerajaan-kerajaan di Daerah Gorontalo yang berlandaskan kekuasaan
rakyat atau demokrasi.
Sejarah Terbentuknya Provinsi
Terinspirasi
oleh semangat Hari Patriotik 23 Januari 1942, maka pada tanggal da
bulan yang sama pada tahun 2000, rakyat Gorontalo yang diwakili oleh Dr.
Ir. Nelson Pomalingo, MPd ditemani oleh Natsir Mooduto sebagai ketua
Panitia Persiapan Pembentukan Provinsi Gorontalo Tomini Raya (P4GTR)
serta sejumlah aktivis, atas nama seluruh rakyat Gorontalo
mendeklarasikan berdirinya Provinsi Gorontalo yang terdiri dari
Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo terlepas dari Sulawesi
Utara.Sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1964 yang
isinya adalah bahwa Kabupaten Gorontalo dan Kota Gorontalo merupakan
wilayah administrasi dari Propinsi Sulawesi Utara. Setahun kemudian
tepatnya tanggal 16 Februari 2001, Tursandi Alwi sebagai Penjabat
Gubernur Gorontalo dilantik.